INFLUENZA
Influenza, yang lebih dikenal dengan sebutan flu,
merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus RNA dari famili
Orthomyxoviridae (virus influenza), yang menyerang unggas dan mamalia. Gejala
yang paling umum dari penyakit ini adalah menggigil, demam, nyeri tenggorok,
nyeri otot, nyeri kepala berat, batuk, kelemahan, dan rasa tidak nyaman secara
umum.
Biasanya, influenza ditularkan melalui udara lewat
batuk atau bersin, yang akan menimbulkan aerosol yang mengandung virus.
Influenza juga dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan tinja burung
atau ingus, atau melalui kontak dengan permukaan yang telah terkontaminasi.
Aerosol yang terbawa oleh udara (airborne aerosols) diduga menimbulkan sebagian
besar infeksi, walaupun jalur penularan mana yang paling berperan dalam penyakin
ini belum jelas betul. Virus influenza dapat diinaktivasi oleh sinar matahari,
disinfektan, dan deterjen. Sering mencuci tangan akan mengurangi risiko infeksi
karena virus dapat diinaktivasi dengan sabun.
VIRUS INFLUNZA
Dalam
klasifikasi virus, virus influenza termasuk virus RNA yang merupakan tiga dari
lima genera dalam famili Oethomyxoviridae:
•Virus
influenza A
•Virus
influenza B
•Virus
influenza C
Virus-virus tersebut memiliki kekerabatan yang jauh
dengan virus parainfluenza manusia, yang merupakan virus RNA yang merupakan
bagian dari famili paramyxovirus yang merupakan penyebab umum dari infeksi
pernapasan pada anak, seperti croup (laryngotracheobronchitis), namun dapat
juga menimbulkan penyakit yang serupa dengan influenza pada orang dewasa.
Virus influenza A
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza A.
Unggas akuatik liar merupakan inang alamiah untuk sejumlah besar varietas
influenza A. Kadangkala, virus dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat
menimbulkan wabah yang berdampak besar pada peternakan unggas domestik atau
menimbulkan suatu pandemi influenza manusia.
Virus tipe A merupakan patogen manusia paling
virulen di antara ketiga tipe influenza dan menimbulkan penyakit yang paling
berat. Virus influenza A dapat dibagi lagi menjadi subdivisi berupa
serotipe-serotipe yang berbeda berdasarkan tanggapan antibodi terhadap virus
ini. Serotipe yang telah dikonfirmasi pada manusia, diurutkan berdasarkan
jumlah kematian pandemi pada manusia, adalah:
1. H1N1,
yang menimbulkan Flu Spanyol pada tahun 1918, dan Flu Babi pada tahun 2009
2. H2N2,
yang menimbulkan Flu Asia pada tahun 1957
3. H3N2,
yang menimbulkan Flu Hongkong pada tahun 1968
4. H5N1,
yang menimbulkan Flu Burung pada tahun 2004
5. H7N7,
yang memiliki potensi zoonotik yang tidak biasa
6. H1N2,
endemik pada manusia, babi, dan unggas
7. H9N2
8. H7N2
9. H7N3
10. H10N7
Virus influenza B
Genus ini memiliki satu spesies, yaitu virus
influenza B. influenza B hampir secara eksklusif hanya menyerang manusia dan
lebih jarang dibandingkan dengan influenza A. Hewan lain yang diketahui dapat
terinfeksi oleh infeksi influenza B adalah anjing laut dan musang. Jenis
influenza ini mengalami mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe A dan
oleh karenanya keragaman genetiknya lebih sedikit, hanya terdapat satu serotipe
influenza B. Karena tidak terdapat keragaman antigenik, beberapa tingkat
kekebalan terhadap influenza B biasanya diperoleh pada usia muda. Namun, mutasi
yang terjadi pada virus influenza B cukup untuk membuat kekebalan permanen
menjadi tidak mungkin. Perubahan antigen yang lambat, dikombinasikan dengan
jumlah inang yang terbatas (tidak memungkinkan perpindahan antigen
antarspesies), membuat pandemi influenza B tidak terjadi.
Virus influenza C
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza C,
yang menginfeksi manusia, anjing, dan babi, kadangkala menimbulkan penyakit
yang berat dan epidemi local. Namun, influenza C lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan
pada anak-anak.
STRUKTUR, SIFAT, DAN
TATA NAMA SUBTIPE
Virus influenza A, B, dan C sangat serupa pada
struktur keseluruhannya. Partikel virus ini berdiameter 80-120 nanometer dan
biasanya kurang-lebih berbentuk seperti bola, walaupun bentuk filamentosa
mungkin saja ada. Bentuk filamentosa ini lebih sering terjadi pada influenza C,
yang dapat membentuk struktur seperti benang dengan panjang mencapai 500
mikrometer pada permukaan dari sel yang terinfeksi. Namun, walaupun bentuknya
beragam, partikel dari seluruh virus influenza memiliki komposisi yang sama.
Komposisi tersebut berupa envelope virus yang mengandung dua tipe glikoprotein,
yang membungkus suatu inti pusat. Inti pusat tersebut mengandung genom RNA dan
protein viral lain yang membungkus dan melindungi RNA. RNA cenderung terdiri
dari satu untaian namun pada kasus-kasus khusus dapat berupa dua untaian. Pada
virus, genom virus tidak terdiri dari satu rangkaian asam nukleat; namun
biasanya terdiri dari tujuh atau delapan bagian RNA negative-sense yang
tersegmentasi, tiap-tiap bagian RNA mengandung satu atau dua gen. Contohya,
genom influenza A mengandung 11 gen dalam delapan bagian RNA, yang mengode 11
protein: hemagglutinin (HA), neuraminidase (NA), nukleoprotein (NP), M1, M2,
NS1, NS2 (NEP: nuclear export protein), PA, PB1 (polymerase basic 1), PB1-F2
dan PB2.
Hemagglutinin (HA) dan neuraminidase (NA) merupakan
dua flikoprotein besar yang berada di luar partikel virus. HA merupakan lektin
yang memediasi ikatan (binding) virus terhadap sel target dan masuknya genom
virus pada sel target, sementara NA terlibat dalam lepasnya anak virus dari sel
yang terinfeksi, dengan membelah gula yang berikatan pada partikel virus
dewasa. Oleh karena itu, protein ini
merupakan target bagi obat-obat antivirus. Dan lagi, keduanya merupakan
antigen, dimana antibodi terhadap antigen tersebut dapat diciptakan. Virus
influenza A diklasifikasikan menjadi subtipe berdasarkan respons antibodi
terhadap HA dan NA. Jenis-jenis HA dan NA tersebut merupakan pembedaan H dan N
dalam, penamaan virus, misalnya H5N1. Terdapat 16 subtipe H dan 9 subtipe N
yang telah diketahui, namun hanya H 1, 2, dan 3, serta N 1 dan 2 yang umumnya
ditemukan pada manusia.
REPLIKASI
Virus dapat bereplikasi hanya pada sel hidup.
Infeksi dan replikasi influenza merupakan proses bertahap: pertama, virus harus
berikatan dengan sel dan memasuki sel, kemudian memindahkan genomnya pada suatu
tempat dimana virus tersebut dapat memproduksi duplikat dari protein virus dan
RNA, kemudian menyusun komponen-komponen tersebut menjadi partikel virus baru,
dan terakhir, keluar dari sel inang.
Virus influenza berikatan melalui hemagglutinin
dengan gula asam sialat pada permukaan sel epitel, biasanya pada hidung,
tenggorok, dan paru-paru mamalia, dan usus unggas (tahap 1 pada gambar
infeksi). Setelah hemagglutinin dipecah oleh protease, sel akan memasukkan
virus melalui proses endositosis.
Setelah berada di dalam sel, kondisi asam dalam
endosom akan menyebabkan dua kejadian terjadi: pertama, bagian dari protein
hemagglutinin akan menyatukan envelope virus dengan membran vakuola, kemudian
kanal ion M2 akan memungkinkan proton untuk berpindah melewati envelope virus
dan mengasamkan inti virus, yang akan menyebabkan inti menjadi terurai dan
melepaskan RNA virus dan protein inti. Molekul RNA virus (vRNA), protein
aksesoris, dan RNA polymerase yang bergantung pada RNA (RNA-dependent RNA
polymerase) akan dilepaskan pada sitoplasma (Tahap 2). Kanal ion M2 akan
disekat (diblok) oleh obat amantadine, yang akan mencegah infeksi.
Protein inti ini berserta dengan vRNA akan membentuk
kompleks yang akan ditranspor ke inti sel, di mana polimerase RNA yang
bergantung RNA akan memulai transkripsi vRNA komplementer sense positif
(langkah 3a dan b). vRNA dapat keluar menuju sitoplasma dan mengalami translasi
(langkah 4) atau tetap bertahan pada nucleus. Protein virus yang baru
disintesis dapat disekresi melalui apparatus Golgi menuju permukaan sel (pada
neuraminidase dan hemagglutinin , langkah 5b) atau ditranspor kembali menuju
inti sel untuk berikatan dengan vRNA dan membentuk partikel genom virus yang
baru (langkah 5a). Protein virus lainnya memiliki kerja yang beragam pada sel
inang, termasuk mengurai mRNA seluler dan mempergunakan nukleotida bebas untuk
sintesis vRNA dan juga menghambat translasi mRNA dan juga menghambat translasi
mRNA sel inang.
vRNA negative-sense yang membentuk genom dari calon
virus, RNA polimerase yang bergantung RNA (RNA-dependent RNA polymerase), dan
protein virus lain akan disusun menjadi virion. Molekul hemagglutinin dan
neuraminidase akan berkelompok membentuk suatu tonjolan pada permukaan sel.
vRNA dan protein inti virus akan meninggalkan inti sel dan memasuki penonjolan
membran ini (langkah 6). Virus dewasa akan melakukan budding off dari sel dalam
suatu bentuk bola yang terdiri dari membran fosfolipid inang, memperoleh
hemagglutinin dan neuraminidase yang terkandung dalam lapisan membran ini
(langkah 7). Seperti sebelumnya, virus
akan berikatan melalui hemagglutinin; virus dewasa akan melepaskan diri apabila
neuraminidase mereka telah memecah residu asam sialat dari sel inang. Obat yang
menghambat neuraminidase, seperti oseltamivir, akan mencegah lepasnya virus
infeksius baru dan mencegah replikasi virus. Setelah lepasnya virus influenza
baru, sel inang akan mati.
Karena tidak terdapatnya enzim proofreading RNA,
polimerase RNA yang bergantung RNA yang mengkopi genom virus akan melakukan
kesalahan kurang lebih setiap 10 ribu nucleotida, yang sesuai dengan rata-rata
dari vRNA influenza. Oleh karena itu, sebagian besar dari virus influenza yan
selesai dirangkai adalah mutan; hal ini akan menimbulkan hanyutan antigen, yang
merupakan perubahan lambat pada antigen pada permukaan virus seiring dengan
berjalannya waktu. Pemisahan genom menjadi delapan segmen vRNA yang terpisah
memungkinkan percampuran atau reassortment dari vRNA apabila lebih dari satu
jenis virus influenza menginfeksi suatu sel tunggal. Hal ini akan menimbulkan
perubahan cepat dari genetika virus yang akan menimbulkan perpindahan antigen,
yang merupakan perubahan tiba-tiba dari satu antigen ke antigen yang lain.
Perubahan besar yang tiba-tiba memungkinkan virus untuk menginfeksi spesies
inang baru dan dapat dengan cepat mengatasi kekebalan protektif yang telah ada.
MASA INKUBASI
Virus influenza memiliki masa inkubasi 1-4 hari,
tapi gejalanya bisa muncul secara tiba-tiba. Seseorang yang terinfeksi virus
influenja bias menularan pada orang lain, bahkan sebelum dirinya menyadari
telah terkena flu. Virus influenza dapat menular 1-2 hari sebelum gejalanya
muncul. Itulah sebabnya penyebaran virus influenza sulit dihentikan
TANDA DAN GEJALA
Gejala
yang paling sensitif untuk mendiagnosis influenza
Gejala:
Sensitivitas Spesivisitas
Demam
68–86% 25–73%
Batuk 84–98% 7–29%
Hidung
tersumbat 68–91% 19–41%
•
Ketiga temuan tersebut, terutama demam, kurang sensitif pada pasien berusia
lebih dari 60 tahun.
Gejala flu.
Gejala
influenza dapat dimulai dengan cepat, satu sampai dua hari setelah infeksi.
Biasanya gejala pertama adalah menggigil atau perasaan dingin, namun demam juga
sering terjadi pada awal infeksi, dengan temperatur tubuh berkisar 38-39 °C
(kurang lebih 100-103 °F). Banyak orang merasa begitu sakit sehingga mereka
tidak dapat bangun dari tempati tidur selama beberapa hari, dengan rasa sakit
dan nyeri sekujur tubuh, yang terasa lebih berat pada daerah punggung dan kaki.
Gejala influenza dapat meliputi:
1. Demam
dan perasaan dingin yang ekstrem (menggigil, gemetar)
2. Batuk
3. Hidung
tersumbat
4. Nyeri
tubuh, terutama sendi dan tenggorok
5. Kelelahan
6. Nyeri
kepala
7. Iritasi
mata, mata berair
8. Mata
merah, kulit merah (terutama wajah), serta kemerahan pada mulut, tenggorok, dan
hidung
9. Ruam
petechiae
10. Pada
anak, gejala gastrointestinal seperti diare dan nyeri abdomen, (dapat menjadi
parah pada anak dengan influenza B)
Kadangkala sulit untuk membedakan antara selesma dan
influenza pada tahap awal dari infeksi ini, namun flu dapat diidentifikasi
apabila terdapat demam tinggi mendadak dengan kelelahan yang ekstrem. Diare
biasanya bukan gejala dari influenza dari anak, namun hal tersebut dapat
dijumpai pada sebagian kasus "flu burung" H5N1 pada manusia dan dapat
menjadi gejala pada anak-anak. Gejala yang paling sering terdapat pada
influenza ditunjukkan pada tabel di kanan.
Karena obat-obat antivirus efektif dalam mengobati
influenza apabila diberikan dini (lihat bagian terapi di bawah), penting untuk
mengidentifikasi kasus secara dini. Dari gejala-gejala yang disebutkan di atas,
kombinasi demam dengan batuk, nyeri tenggorok dan/atau hidung tersumbat dapat
meningkatkan akurasi diagnositik. Dua penelitian analisis keputusan menunjukkan
bahwa pada saat terdapat wabah influenza lokal, prevalensinya lebih dari 70%,
oleh karenanya pasien dengan salah satu kombinasi dari gejala tersebut dapat
diobati dengan inhibitor neuraminidase tanpa pemeriksaan. Bahkan saat tidak
terdapatnya wabah lokal, pengobatan dapat dibenarkan pada pasien tua pada saat
musim influenza selama prevalensinya lebih dari 15%.
Ketersediaan pemeriksaan laboratorium untuk
influenza terus mengalami peningkatan. Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit (CDC) Amerika Serikat, merangkum pemeriksaan laboratorium terbaru yang
tersedia. Menurut CDC, pemeriksaan diagnostik cepat (rapid diagnostic test)
memiliki sensitivitas sebesar 70-75% dan spesifisitas sebesar 90-95%
dibandingkan dengan kultur virus. Pemeriksaan ini terutama berguna pada musim
influenza (prevalensi = 25%) tanpa adanya wabah langusng, atau musim periinfluenza
(prevalensi = 10%).
MEKANISME
Penularan
Shedding virus influenza (waktu di mana seseorang
dapat menularkan virus pada orang lain) dimulai satu hari sebelum gejala muncul
dan virus akan dilepaskan selama antara 5 sampai 7 hari, walaupun sebagian
orang mungkin melepaskan virus selama periode yang lebih lama. Orang yang
tertular influenza paling infektif pada hari kedua dan ketiga setelah infeksi. Jumlah
virus yang dilepaskan nampaknya berhubungan dengan demam, jumlah virus yang
dilepaskan lebih besar saat temperaturnya lebih tinggi. Anak-anak jauh lebih
infeksius dibandingkan orang dewasa dan mereka melepaskan virus sebelum mereka
mengalami gejala hingga dua minggu setelah infeksi. Penularan influenza dapat
dimodelkan secara matematis, yang akan membantu dalam prediksi bagaimana virus
menyebar dalam populasi.
Influenza dapat disebarkan dalam tiga cara utama:
melalui penularan langsung (saat orang yang terinfeksi bersin, terdapat lendir
hidung yang masuk secara langsung pada mata, hidung, dan mulut dari orang
lain); melalui udara (saat seseorang menghirup aerosol (butiran cairan kecil
dalam udara) yang dihasilkan saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau
meludah), dan melalui penularan tangan-ke-mata, tangan-ke-hidung, atau
tangan-ke-mulut, baik dari permukaan yang terkontaminasi atau dari kontak
personal langsung seperti bersalaman. Moda penularan mana yang terpenting masih
belum jelas, namun semuanya memiliki kontribusi dalam penyebaran virus. Pada
rute penularan udara, ukuran droplet yang cukup kecil untuk dihirup berdiameter
0,5 sampai 5 μm dan inhalasi satu droplet mungkin cukup untuk menimbulkan
infeksi. Walaupun satu kali bersin dapat melepaskan sampai 40.000 droplet,
sebagian besar dari droplet tersebut cukup besar dan akan hilang dari udara
dengan cepat. Seberapa lama virus influenza dapat bertahan dalam droplet udara
nampaknya dipengaruhi oleh kadar kelembaban dan radiasi ultraviolet: kelembaban
rendah dan kurangnya cahaya matahari pada musim dingin membantu kebertahanan
virus ini.
Karena virus influenza dapat bertahan di luar tubuh,
virus ini juga dapat ditularkan lewat permukaan yang terkontaminasi seperti
lembaran uang, gagang pintu, saklar lampu, dan benda-benda rumah tangga
lainnya. Lamanya waktu virus dapat bertahan pada suatu permukaan beragam, virus
dapat bertahan selama satu atau dua hari pada permukaan yang keras dan tidak
berpori seperti plastik atau metal, selama kurang lebih lima belas menit pada
kertas tissue kering, dan hanya lima menit pada kulit. Namun, apabila virus
terdapat dalam mukus/lendir, lendir tersebut dapat melindungi virus sehingga
bertahan dalam waktu yang lama (sampai 17 hari pada uang kertas).[66][70] Virus
flu burung dapat bertahan dalam waktu yang belum diketahui saat berada dalam
keadaan beku. Virus mengalami inaktivasi oleh pemanasan sampai 56 °C (133 °F)
selama minimun 60 menit, dan juga oleh asam (pada pH <2).
PATOFISIOLOGI
Mekanisme bagaimana infeksi influenza dapat
menimbulkan gejala pada manusia telah dipelajari secara intensif. Salah satu
mekanisme yang dipercaya adalah dengan inhibisi hormon adrenokortikotropik
(ACTH/Adrenocorticotropic Hormone) yang menimbulkan penurunan kadar hormon
kortisol. Mengetahui gen mana yang terkandung dalam galur virus tertentu dapat
membantu memprediksi bagaimana virus tersebut dapat menular dan seberat apa
infeksi yang akan terjadi (memprediksi patofisiologi dari suatu galur virus
Contohnya, bagian dari proses yang memungkinkan
virus influenza menginvasi suatu sel adalah penguraian dari protein
hemagglutinin virus oleh salah satu enzim protease manusia. pada virus yang
infeksinya bersifat ringan dan avirulen, struktur hemagglutinin yang ada hanya
dapat diurai oleh protease yang ditemukan dalam tenggorok dan paru, sehingga
virus ini tidak dapat menginfeksi jaringan lain. Namun, pada galur yang sangat
virulen, seperti H5N1, hemagglutinin yang terkandung dalam virus dapat diurai
oleh varietas protease yang beragam, sehingga memungkinkan virus menyebar ke
seluruh tubuh.
Protein hemagglutinin virus bertanggung jawab baik
dalam menentukan spesies mana yang dapat diinfeksi oleh suatu galur virus
maupun lokasi saluran pernapasan mana yang dapat berikatan dengan suatu galur
virus influenza. Galur yang dapat ditularkan dengan mudah dari
manusia-ke-manusia memiliki protein hemagglutinin yang berikatan dengan
reseptor pada saluran pernapasan bagian atas, seperti pada hidung, tenggorok,
dan mulut. Sebaliknya, strain H5N1 yang sangat berbahaya berikatan dengan
reseptor yang paling banyak ditemukan di dalam paru. Perbedaan pada tempat
infeksi ini mungkin merupakan bagian dari alasan mengapa galur H5N1 menimbulkan
pneumonia virus yang berat pada paru, namun tidak ditularkan dengan mudah melalui
batuk dan bersin.
Gejala yang sering terdapat pada flu seperti demam,
nyeri kepala, dan kelelahan merupakan hasil dari sejumlah besar sitokin dan
chemokin proinflamasi (seperti interferon atau tumor necrosis factor (TNF) yang
diproduksi oleh sel yang terinfeksi influenza. Tidak seperti rhinovirus yang
menimbulkan selesma (common cold/masuk angin), influenza menimbulkan kerusakan
jaringan, sehingga gejala yang terjadi tidak seluruhnya disebabkan oleh respons
inflamasi. Respons imun yang besar ini dapat menimbulkan “badai sitokin” yang
dapat mengancam nyawa. Kejadian ini diduga merupakan penyebab dari kematian
yang tidak biasa baik pada flu burung H5N1, dan galur pandemik 1918. Namun,
kemungkinan lainnya adalah sejumlah besar sitokin yang dihasilkan hanya
merupakan hasil dari replikasi virus yang sangat besar yang ditimbulkan oleh
galur tersebut, dan respons imun tidak memberikan kontribusi pada penyakit.
PENCEGAHAN
Vaksinasi influenza.
Vaksinasi terhadap influenza dengan vaksin influenza
sering direkomendasikan pada kelompok risiko tinggi, seperti anak-anak dan
lansia, atau pada penderita asma, diabetes, penyakit jantung, atau orang-orang
yang mengalami gangguan imun. Vaksin influenza dapat diproduksi lewat beberapa
cara; cara yang paling umum adalah dengan menumbuhkan virus pada telur ayam
yang telah dibuahi. Setelah dimurnikan, virus kemudian akan diaktivasi
(misalnya, dengan detergen) untuk menghasilkan vaksin virus yang tidak aktif.
Sebagai alternatif, virus dapat ditumbuhkan pada telur sampai kehilangan
virulensinya kemudian virus yang avirulen diberikan sebagai vaksin hidup.
Efektivitas dari vaksin influenza beragam. Karena tingkat mutasi virus yang
sangat tinggi, vaksin influenza tertentu biasanya memberikan perlindungan
selama tidak lebih dari beberapa hari. Setiap tahunnya, WHO memprediksikan
galur virus mana yang paling mungkin bersirkulasi pada tahun berikutnya,
sehingga memungkinkan perusahaan farmasi untuk mengembangkan vaksin yang akan
menyediakan kekebalan yang terbaik terhadap galur tersebut. Vaksin juga telah
dikembangkan untuk melindungi ternak unggas dari flu burung. Vaksin ini dapat
efektif terhadap beberapa galur dan dipergunakan baik sebagai strategi
preventif, atau dikombinasikan dengan culling (pemuliaan) sebagai usaha untuk
melenyapkan wabah.
Terdapat kemungkinan terkena influenza walaupun
telah divaksin. Vaksin akan diformulasi ulang tiap musim untuk galur flu
spesifik namun tidak dapat mencakup semua galur yang secara aktif menginfeksi
seluruh manusia pada musim tersebut. Memerlukan waktu selama enam bulan bagi
manufaktur untuk memformulasikan dan memproduksi jutaan dosis yang diperlukan
untuk menghadapi epidemi musiman; kadangkala, galur baru atau galur yang tidak
diduga menonjol pada waktu tertentu dan menginfeksi orang-orang walaupun mereka
telah divaksinasi (seperti yang terjadi pada Flu Fujian H3N2 pada musim flu
2003-2004). Juga terdapat kemungkinan mendapatkan infeksi sebelum vaksinasi dan
menjadi sakit oleh galur yang seharusnya dicegah oleh vaksinasi, karena vaksin
memerlukan waktu dua minggu sebelum menjadi efektif.
Pada musim 2006-2007, CDC pertama kalinya merekomendasikan
anak yang berusia kurang dari 59 bulan untuk menerima vaksin influenza tahunan.
Vaksin dapat menimbulkan sistem imun untuk bereaksi saat tubuh menerima infeksi
yang sebenarnya, dan gejala infeksi umum (banyak gejala selesma dan flu hanya
merupakan gejala infeksi umum) dapat muncul, walaupun gejala tersebut biasanya
tidak seberat atau bertahan selama influenza. Efek samping yang paling
berbahaya adalah reaksi alergi berat baik pada material virus maupun residu
dari telur ayam yang dipergunakan untuk menumbuhkan virus influenza; namun
reaksi tersebut sangatlah jarang.
Sebagai tambahan selain vaksinasi terhadap influenza
musiman, peneliti berusaha untuk mengembangkan vaksin terhadap kemungkinan pandemi
influenza. Perkembangan, produksi, dan distribusi vaksin inluenza pandemik yang
cepat dapat menyelamatkan nyawa jutaan orang pada saat terjadi pandemi
inluenza. Karena hanya terdapat waktu yang singkat antara identifikasi galur
pandemik dan kebutuhan vaksinasi, para peneliti sedang mencari pilihan moda produksi
vaksin selain melalui telur. Teknologi vaksin hidup yang diinaktivasi (berbasis
telur atau berbasis sel), dan teknologi rekombinan (protein dan partikel mirip
virus), akan memberikan akses real time yang lebih baik dan dapat diproduksi
dengan lebih terjangkau, sehingga meningkatkan akses bagi orang-orang yang
hidup di negara-negara berpenghasilan sedang dan rendah, dimana kemungkinan
pandemi berasal. Sampai Juli 2009, lebih dari 70 uji klinis yang diketahui
telah dilaksanakan atau sedang dilaksanakan mengenai vaksin influenza pandemi.
Pada September 2009, Badan POM Amerika Serikat menyetujui empat vaksin terhadap
virus influenza H1N1 2009 (galur pandemik pada saat itu), dan meminta stok
vaksin tersebut tersedia dalam bulan selanjutnya.
PENGENDALIAN INFEKSI
Cara yang cukup efektif untuk menurunkan penularan
influenza salah satunya adalah menjaga kesehatan pribadi dan kebiasaan higienis
yang baik: seperti tidak menyentuh mata, hidung dan mulut; sering mencuci
tangan (dengan air dan sabun, atau dengan cairan pencuci berbasis alkohol);
menutup mulut dan hidung saat batuk dan bersin, menghindari kontak dekat dengan
orang yang sakit; dan tetap berada di rumah sendiri saat sedang sakit. Tidak
meludah juga disarankan. Walaupun masker wajah dapat membantu mencegah
penularan saat merawat orang yang sakit terdapat bukti-bukti yang bertentangan
mengenai manfaat hal tersebut pada masyarakat. Merokok meningkatkan risiko
penularan influenza, dan juga menimbulkan gejala penyakit yang lebih berat.
Karena influenza menyebar melalui aerosol dan kontak
dengan permukaan yang terkontaminasi, pembersihan permukaan tersebut dapat
membantu mencegah sebagian dari infeksi. Alkohol merupakan bahan sanitasi yang
efektif terhadap virus influenza, sementara senyawa amonium kuarterner dapat
dipergunakan bersamaan dengan alkohol sehingga efek sanitasi tersebut dapat
bertahan lebih lama. Di rumah sakit, senyawa amonium kuarterner dan bahan
pemutih dipergunakan untuk membersihkan ruangan dan peralatan yang sebelumnya
dipakai oleh pasien dengan gejala influenza. Di rumah, hal tersebut dapat
dilakukan dengan efektif dengan mempergunakan bahan pemutih chlorine yang
diencerkan.
Pada pandemi yang lalu, penutupan sekolah, gereja,
dan bioskop memperlambat penyebaran virus namun tidak memiliki dampak yang
besar terhadap angka kematian keseluruhan. Belum dapat dipastikan apakah
menurunkan pertemuan publik, misalnya dengan menutup sekolah dan tempat kerja,
akan menurunkan penularan karena orang yang menderita influenza bisa saja masih
berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain; pendekatan seperti ini juga
akan sulit untuk dilakukan dan mungkin tidak disukai. Apabila sejumlah kecil
orang mengalami infeksi, mengisolasi orang yang sedang sakit dapat mengurangi
risiko penularan.
PENGOBATAN
Orang yang menderita flu disarankan untuk banyak
beristirahat, meminum banyak cairan, menghindari penggunaan alkohol dan rokok,
dan apabila diperlukan, mengonsumsi obat seperti asetaminofen (parasetamol)
untuk meredakan gejala demam dan nyeri otot yang berhubungan dengan flu.
Anak-anak dan remaja dengan gejala flu (terutama demam) sebaiknya menghindari
penggunaan aspirin pada saat infeksi influenza (terutama influenza tipe B),
karena hal tersebut dapat menimbulkan Sindrom Reye, suatu penyakit hati yang
langka namun memiliki potensi menimbulkan kematian. Karena influenza disebabkan
oleh virus, antibiotik tidak memiliki pengaruh terhadap infeksi; kecuali
diberikan untuk infeksi sekunder seperti pneumonia bakterialis. Pengobatan
antiviral dapat efektif, namun sebagian galur inflenza dapat menunjukkan
resistensi terhadap obat-obat antivirus standar.
Dua kelas obat antivirus yang dipergunakan terhadap
influenza adalah inhibitor neuraminidase dan inhibitor protein M2 (derivat
adamantane). Inhibitor neuraminidase saat ini lebih disukai terhadap infeksi
virus karena kurang toksik dan lebih efektif. CDC merekomendasikan untuk tidak
mempergunakan inhibitor M2 pada musim influenza 2005-06 karena tinginya tingkat
resistensi obat. Karena wanita hamila nampaknya akan terkena dampak yang lebih
besar dibandingkan dengan populasi umum oleh virus influenza H1N1 2009,
pengobatan segera dengan obat-obat anti influenza telah direkomendasikan. Pada
Konferensi Pers influenza H1N1 November 2009, WHO merekomendasikan orang pada
kelompok risiko tinggi, termasuk wanita hamil, anak berusia kurang dari dua
tahun dan orang dengan masalah pernapasan, agar mulai mengkonsumsi obat-obat
antivirus segera setelah mereka mengalami gejala flu. Obat antiirus yang
dipergunakan termasuk oseltamivir (Tamiflu) dan zanamivir (Relenza).
Inhibitor Neuraminidase
Obat-obat antivirus seperti oseltamivir (merek
dagang Tamiflu) dan zanamivir (merek dagang Relenza) merupakan inhibitor
neuraminidase yang didesain untuk menghambat penyebaran virus pada tubuh.
Obat-obatan ini sering efektif terhadap influenza A dan B. Cochrane
Collaboration meninjau kembali obat-obat ini dan menyimpulkan bahwa obat-obat
in idapat mengurangi gejala dan komplikasi. Galur influenza yang berbeda
memiliki derajat resistensi yang berbeda terhadap obat antivirus ini, dan tidak
mungkin untuk memprediksi sebesar apa resistensi yang dimiliki galur pandemik
pada masa depan.
Inhibitor M2
(adamantanes)
Obat-obat antivirus amantadine dan rimantadine akan
memblokade kanal ion virus (protein M2) dan mencegah virus untuk menginfeksi
sel. Obat-obatan tersebut kadangkala efektif terhadap influenza apabila
diberikan dini pada infeksi namun selalu tidak efektif terhadap influenza B
karena virus influenza B tidak memiliki molekul M2. Resistensi yang terukur
terhadap amantadine dan rimantadine pada isolat Amerka dari H3N2 telah
mengalami peningkatan sampai 91% pada tahun 2005. Tingginya tingkat resistensi
ini mungkin disebabkan oleh ketersediaan luas dari amantadine sebagai obat yang
dijual tanpa resep dokter untuk pengobatan selesma di negara-negara seperti
Cina dan Russia, dan penggunaannya untuk mencegah wabah influenza pada ternak
unggas.
PROGNOSIS
Pengaruh influenza jauh lebih berat dan bertahan
lebih lama dibandingkan dengan selesma. Sebagian besar orang akan sembuh dengan
sendirinya dalam waktu satu sampai dua minggu, namun yang lainnya akan
mengalami komplikasi yang mengancam nyawa (seperti pneumonia). influenza dapat
mematikan, terutama pada orang yang lemah, muda dan tua, atau mengalami penyakit
kronis. Orang-orang dengan sistem imun yang lemah, seperti penderita infeksi
HIV tingkat lanjut atau pasien penerima transplan (yang sistem imunnya ditekan
dengan obat untuk mencegah penolakan organ transplan), menderita penyakit yang
lebih berat. Kelompok risiko tinggi yang lain adalah wanita hamil dan anak
kecil.
Flu dapat memperburuk masalah kesehatan kronis.
Orang-orang dengan emfisema, bronkitis kronis atau asma dapat mengalami
kesulitan bernapas saat mereka mengalami flu, dan influenza dapat menimbulkan
perburukan penyakit jantung koroner atau gagal gantung kongestif. Merokok
merupakan faktor risiko lain yang berhubungan dengan penyakit yang lebih berat
dan mortalitas yang lebih tinggi yang ditimbulkan oleh influenza.
Menurut WHO: “Setiap musim dingin, puluhan juta
orang terkena flu. Sebagian besar hanya sakit dan tidak bekerja selama satu
minggu, sementara para lanjut usia memiliki risiko kematian yang lebih tinggi
karena penyakit ini. Kami mengetahui bahwa korban meninggal di seluruh dunia
melebihi ratusan ribu orang tiap tahunnya, namun bahkan di negara maju, jumlah
tersebut tidak dapat dipastikan, karena pihak medis yang berwajib biasanya
tidak memverifikasi orang yang meninggal karena influenza dan orang yang meninggal
dengan penyakit-mirip-flu.” Bahkan orang sehat dapat terkena, dan masalah
serius yang ditimbulkan oleh influenza dapat terjadi pada usia berapapun. Orang
berusia lebih dari 50 tahun, anak yang sangat muda, dan orang dari semua usia
dengan kondisi medis kronis lebih mungkin untuk mendapatkan komplikasi
influenza, seperti pneumonia, bronkitis, infeksi sinus dan telinga.
Pada sebagian kasus, respons autoimun terhadap
influenza dapat memberikan kontribusi terhadap sindrom Guillain-Barré (GBS).
Namun, karena banyak infeksi lain yang dapat meningkatkan risiko penyakit ini,
influenza merupakan penyebab yang penting hanya pada saat terjadi epidemi.
Sindrom ini telah dipercaya juga sebagai efek samping yang langka dari vaksin
influenza. Walaupun satu laporan penelitian memberikan insidensi sebesar satu
kasus per satu juta vaksinasi, sebuah penelitian besar di Cina, yang dilaporkan
di NEJM yang mencakup hampir 100 juta dosis vaksin terhadap flu”babi” H1N1 2009
hanya ditemukan sebelas kasus sindrom Guillain-Barré, (0,1%) dari total
insidensi pada orang yang divaksin, sebetulnya lebih tendah dari tingkat
kejadian penyakit di Cina, dan tidak terdapat efek samping yang ditemukan;
"rasio risiko-manfaat, yang biasa diterapkan pada vaksin dan segala
sesuatu dalam pengobatan medis, sangat lebih condong pada penggunaan
vaksin." Mendapatkan infeksi influenza sendiri meningkatkan risiko
kematian (sampai 1 dari 10.000) dan meningkatkan risiko mengalami GBS sampai
tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditimbulkan oleh penggunaan
vaksin (kurang lebih 10 kali pada penggunaan perkiraan saat ini
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.habbatsonline.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar